Meninggalkan Rumah

Salah satu jenis perasaan yang paling tidak aku sukai adalah perasaan saat akan meninggalkan rumah. Bagaimana persiapan menata hati meninggalkan kenyamanan.
Meninggalkan rutinitas, meninggalkan ketenangan.
Rumah yang mengenaliku dan menemaniku 24/7.
Membersamaiku dari lelah hingga segar kembali.
Dari sehat sakit hingga kembali sehat bugar dan melakukan banyak aktivitas didalamnya.

Berat dan menyesakkan dada.
Terlalu banyak kekhawatiran yang muncul sebelum meninggalkannya.
Seperti akankah aku merasakan kenyamanan yang sama di luar sana.
Rasa aman seperti di dalam rumah.
Segala macam kebutuhan tersedia.
Segala keinginan sudah disiapkan ditempatnya masing-masing.

Bagaimana aku di luar sana nanti.
Apakah perasaanku akan sama seperti di rumah.
Apakah tempat baru itu akan menyelimutiku seperti rumahku saat ini.
Apakah segala kebutuhanku di tempat baru akan terpenuhi.
Apakah aku di anggap rumah juga di tempat baru itu.

Ku rasa benar kata orang bahwa menemukan rumah adalah tentang menemukan kecocokan jiwa.
Antara rumah dan isinya.
Rumah dan pemiliknya.
Antara menemukan ditemukan.
Antara kebutuhan dan kemampuan.
Antara aku dan kamu.

Rumah adalah kamu.
Rumah adalah aku.
Rumah adalah kita.
Rumah adalah dimana kamu menjadi diri sendiri.
Mampu menerima dirimu sendiri.
Mampu menerima orang lain.
Mampu merasakan bahagia dan menerima seluruh perasaan yang terjadi dalam hidup.

Jika rumah adalah titipan, semoga aku bisa dipercayakan oleh pemiliknya dengan baik.
Semoga jika nanti di minta kembali oleh pemilik maka rumah tersebut telah hidup sesuai peruntukannya. Terima kasih telah menjadi rumah terbaik.

Sebuah Catatan tentang Kemelekatan

Untukmu yang pernah diimpikan, tidak hanya olehku namun sebagian besar manusia di bumi. Bagaimana setiap orang bermimpi memilikimu, namun tidak diberikan kesempatan. Beberapa kenangan tiba-tiba melesat bagaimana orang-orang itu mengejarmu dengan sedemikian rupa namun tak kau hiraukan. Sedangkan aku, yang tak sengaja bertemu denganmu, ternyata menarik minatmu. Engkau tak hanya melihatku sekilas, namun benar-benar mempedulikanku hingga kita bertahan sekian tahun bersama. Engkau yang kukira akan membersamaiku di sepanjang perjalanan, ternyata tidak. Kukira perkataan orang-orang bahwa ‘tidak ada yang abadi’ itu hanya candaan semata. Namun ternyata, aku mengalaminya denganmu

if only I could ask, please stay. But then, you’re the one who don’t want to stay. And every thing just change suddenly.

Untukmu yang pernah dicita-citakan,

Untukmu yang membuat segalanya terasa berbeda,

Satu dekade telah berlalu, tidak hanya pola pikirku yang berubah, mental dan karakter pun telah terbentuk dengan baik

Sebuah catatan perpisahan untuk teman seperjalanan. Terima kasih atas waktu yang telah diberikan, berbagai kesempatan yang dilalui bersama, mendewasa bersama. Bahwa perubahan adalah sebuah kepastian. Bagaimana seorang manusia yang tidak pernah meninggalkan zona nyamannya dan ternyata bukannya Ia keluar dari zona nyaman tersebut tetapi zona nyamannya melebar. Terima kasih telah membuatku bertumbuh.

Mencintaimu dengan Sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sesederhana deburan ombak kepada pasir pantai. Pergi sejenak namun selalu kembali. Sesederhana angin yang menyapa dedaunan. Akan selalu datang meski musim silih berganti. Sesederhana gemericik air di aliran sungai menuju muara. Dan sesederhana hujan yang membawa aroma ketenangan di setiap ia datang.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sesederhana mentari pagi yang rela berganti dengan sang malam. Namun ia tahu bahwa esok akan kembali lagi. Sesederhana alunan merdu kicau burung di pagi hari. Memulai hari dengan menyapa setiap insan di bumi. Sesederhana garam dan gula yang meskipun takarannya sedikit tapi berpengaruh besar pada indra pengecap. Sesederhana bergerak bersama mengumpulkan kenangan. Sebagai bekal di hari-hari ke depan.

Untukmu. Yang merekahkan senyuman di setiap pertemuan. Yang memberikan ketenangan di setiap kebimbangan. Yang menatap penuh kasih sayang meski dari kejauhan. Seorang kekasih yang memulai kisah cintanya bersama-sama dan tetap akan kembali bersama di perjalanan-perjalanan berikutnya.

Tuan

Hai, Tuan

Apa kabar?
Bagaimana langit malammu disana?
Apa benar langit malam yang kau lihat masih sama denganku?

Belakangan ini, rindu sudah sangat keterlaluan
Ia datang dan pergi sesuka hati
Kalau sekedar berpapasan, aku tidak akan memperdulikan
Ia tidak sekedar datang Tuan
Ia mengoyak tubuhku serta menggoreskan luka

Ia memang datang sesekali
Namun, segera pergi
Tanpa sempat kutanya, apa yang kau cari
Ia hanya meninggalkan sesuatu
Sembari berbisik, ia katakan
Harapan

*
Duhai Allah Sang Pemilik Hati
Yang Maha Membolak-balikkan Hati hamba-Nya
Kalau rindu ini terlalu menyesakkan dada
Sehingga bernafas pun susah, ambil rasa ini, ya Allah
Netralkan kembali
Hambamu ini merasa berat
*

Wahai Tuan
Sungguh aku belum berani bertanggung jawab atas perasaan ini
Aku ingin tahu apa kau pun merasakan hal yang sama
Atau ternyata hanya aku saja
Yang tersiksa tersebab rindu tak bertuan ini

Tuan
Bersediakah engkau bertukar peran?

Mengagumi Dari Jauh

Jika kamu diselimuti ragu
Masih merasa kurang ilmu
Dan perlu tambahan waktu
Tak apa, maka persiapkanlah sebaik-baik persiapan

Jangan berperang tanpa strategi
Ataupun berlayar tanpa arah
Karena seorang pemimpin tidak dilahirkan tanpa perjuangan
Dan nahkoda handal tidak diciptakan dari laut yang tenang

Banyak hal yg bisa dilakukan selagi masih sendiri
Meski sendiri bukan alasan untuk tak beraktualisasi
Memang pelajaran hidup tak melulu tentang teori
Tapi bukannya amal yg benar dilakukan jika disertai ilmu

Aku memang tak bisa menyentuhmu
Bahkan jika rindu ini memuncak, hanya doa yg bisa memelukmu
Maka, sebelum waktunya tiba izinkan aku hanya mengagumi dari jauh