Di dunia yang serba luar biasa dan juga tidak biasa ini, tidak apa-apa menjadi biasa.
Surga tidak hanya ditempati oleh orang-orang yang luar biasa.
Banyak orang di daerah yang hidupnya sederhana, makan seadanya dan secukupnya. Mereka tinggal di rumah yang beralaskan tanah, bahkan beberapa atap rumahnya dihiasi bintang di langit. Meski tidak dikenal banyak orang, mereka tetap dapat meninggalkan dunia dengan tersenyum dan memiliki keharuman yang tidak dimiliki oleh parfum kelas dunia.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Tidak perlu menjadi orang lain. Memiliki ambisi seperti orang lain yang memiliki kekayaan tanpa batas. Memiliki kekuasaan yang dapat mengendalikan dunia, bahkan mengendalikan apa-apa yang ada di langit dan bumi. Yakinlah ada kekuatan yang Maha Besar yang mengendalikan segalanya agar tetap berada di orbitnya masing-masing.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Tidak perlu memberikan target-target dalam hidup di luar kapasitas. Boleh memberikan target ataupun tantangan kepada diri sendiri, namun perlu untuk mengukur kapasitas dan kemampuan untuk menghadapi tantangan yang sudah dibuat tadi. Dan berani berkomitmen untuk menyelesaikan tantangan tersebut.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Menjadi pribadi yang utuh, yang menjalani hidup dengan sadar penuh hari ke hari.
Mensyukuri apa-apa yang sudah dimiliki. Yang belum tentu semua orang dapat memiliki. Atau sebenarnya bisa saja terkadang mereka lupa. Lupa akan banyaknya nikmat yang telah diberikan sepanjang hidupnya. Sehingga, karena terlalu sering membandingkan hidupnya dengan orang lain, ia tidak lagi menikmati hidupnya. Hidup bersama ambisi-ambisi yang ia lupa menanyakan pada dirinya, apakah ambisi ini memang kemauan dirinya sendiri atau karena terbawa arus?
Teringat sebuah kalimat dari guru saya, “Apa-apa yang ditakdirkan untukmu adalah yang terbaik untukmu. Dan ia tidak akan pernah melewatkanmu.”
Kalimat sederhana namun cukup mengena. Bagaimana tidak, karena mengingatkan pada suatu ayat di kitab suci agama yang saya anut, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Bahkan Tuhan saja sudah secara terang-terangan, tidak lagi melalui kisi-kisi, bagaimana cara agar nikmat kita ditambah olehNya. Bersyukur.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Tidak menjadi seorang Presiden Direktur ataupun Komisaris dari sebuah perusahaan. Tidak menjadi seorang pengambil keputusan perusahaan ataupun pemegang kendali kemana arah perusahaan.
Masing-masing kita adalah pemimpin dari diri kita sendiri. Kita memegang kendali penuh atas keputusan-keputusan yang dijalani selama hidup. Kita menerima dan menjalani segala konsekuensi dari segala keputusan yang kita ambil.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Memiliki usaha yang sederhana, yang mampu menghidupi diri, keluarga, dan lingkungan sekitar juga merupakan privilese yang tidak dimiliki semua orang. Meskipun terlihat biasa-biasa saja, selama bisnis atau usaha yang dijalani tetap dapat menggerakkan roda ekonomi dan orang lain juga merasakan manfaatnya, tidak apa-apa.
Tetap bersyukur.
Tidak perlu membandingkan usaha kita dengan usaha orang lain yang lebih tinggi omsetnya. Yang asetnya lebih banyak dan lebih mewah. Yang karyawannya, distributornya, suppliernya lebih banyak daripada kita.
Kita tidak pernah tahu apa saja yang sudah diambil darinya.
Tidak apa-apa menjadi biasa.
Tidak menyusahkan orang lain. Tidak menyusahkan diri sendiri.
Tetap bermanfaat bagi orang lain. Tetap bermanfaat bagi semua makhluk.
Mensyukuri keberadaan diri di dunia ini dengan berusaha agar tetap sehat, tetap aktif bergerak, tetap memberikan makanan yang terbaik untuk tubuh dan jiwa.
Tetap bahagia.
Semoga dengan kita menjadi orang yang biasa-biasa saja, tetap mempunyai kesempatan bertemu kembali di Surga nanti dengan jalur menjadi manusia yang biasa-biasa saja.