Day 17: Sharing Alumni SMILE Batch 12

Malam ini semangatku untuk menulis tumbuh kembali. Setelah tertinggal 5 hari sesi tanpa mengikuti target harian untuk membaca dan menulis, dengan alasan kesibukan dan prioritas lain. Padahal menurut alumni yang kali ini berbagi pengalaman dalam sesi ini, kesibukan dan prioritas lain itu sebenarnya hanya alasan untuk menunda. Membaca dan menulis adalah tentang komitmen. Bagaimana masing-masing kita berkomitmen dan bersungguh-sungguh untuk terus membaca dan menulis. Terus memberikan manfaat melalui tulisan.

Tambahan amunisi semangat kali ini tidak gratis, alias berbayar. Alumni yang mengisi sesi kali ini adalah Kak Atin, seorang pegiat literasi dari kota sebelah. Gresik. Di bilang tidak gratis karena pertemuanku sebelumnya dengan beliau melalui sebuah komunitas. Tentunya komunitas berbayar. Membayar sesuatu atas sebuah ilmu menurut saya adalah apresiasi terbaik. Tidak ada ilmu yang sia-sia, tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat. Meski terkadang nilai imbal baliknya tidak melulu tentang uang, sebuah pertemanan, sebuah nilai baru, sebuah komunitas baru adalah nilai yang tidak bisa di ukur dengan uang. Legacy. Ya tentang legacy.

Sebuah bentuk mata uang baru yang tidak terukur nilainya. Warisan. Warisan terbaik bukanlah uang. Uang akan habis jika tidak disertai ilmu. Warisan berupa tulisan mungkin bukan hal baru. Tulisan-tulisan berupa pemikiran. Pemikiran yang terus diasah dan selalu mengikuti perkembangan jaman.

Kembali ke Kak Atin, beliau sosok yang ramah. Aku merupakan kandidat baru yang rencananya akan bergabung di sebuah komunitas yang bisa jadi tidak lulus dan tidak di anggap layak untuk membentuk sebuah komunitas baru di tempatku berdomisili. Kak Atin dengan ramahnya menawariku untuk bergabung berangkat bersama rombongan ke Bondowoso. Dan sebuah kehormatan untuk bergabung para senior untuk mengikuti Silaturahmi Wilayah bersama para penulis senior di Jawa Timur.

Singkat cerita, aku mengenal baik beliau bahkan aku sempat ditawari untuk menjadi pembicara di Sekolah Dasar untuk mengisi materi. Padahal di dunia kepenulisan langkahku baru setapak demi setapak. Memiliki 2 buku dan itupun berupa antologi. Menulis bersama para penulis lainnya. Ah, aku jadi menceritakan tentang diriku. Mari kita fokus kembali ke sharing alumni bersama Kak Atin (KA), beberapa rekan peserta penulis (RPP) lain dan saya (AR).

KA: “Sebelum menulis cerita, seorang penulis perlu menyusun alur cerita, adegan dalam cerita seperti apa dan apa saja. Pengenalan cerita, seperti latar belakang, tokoh, kejadian, dimana semuanya dimulai. Lalu dilanjutkan dengan pemicu konflik. Bagaimana asal mula, sebab, serta puncak konflik. Kemudian, konflik, pertikaian atau masalah utama yang dihadapi oleh toko utama. Anti konflik juga diperlukan. Bagaimana tokoh utama menyelesaikan kofliknya. Dan terakhir adalah ending. Akhir dari sebuah cerita. Susun alur cerita di tiap bab dan buat cerita secara runut. Ingat, karya yang baik adalah karya yang selesai. Banyak baca buku agar cerita lebih berkesan dan memiliki banyak referensi.”

KA: “Selama menulis cerita juga ada beberapa hal yang perlu dihindari yaitu malas membaca. Seorang penulis yang baik adalah pembaca baik. Karya yang baik adalah referensi dari bacaanmu. Untuk menambah kosakata dan seni dalam tulisan. Selain itu jangan menulis sembari revisi tulisan atau editing. Nanti aja, nulis aja dulu. Revisi dilakukan setelah tulisan benar-benar selesai. Yang ketiga adalah overthinking. Overthinking terus depan laptop mau nulis apa tapi akhirnya ga nulis-nulis. Tidak percaya diri dengan tulisan sendiri. Jangan pesimis dengan tulisanmu. Tulis saja. Tulis peristiwa hidup juga boleh-boleh saja.”

KA: “Menjadi seorang penulis juga menambah waktu. Menulis dan membaca bukan di waktu sisa. Tapi meluangkan waktu untuk menulis dan membaca.”

RPP: “Untuk motivasi diri sendiri, apa yang diperlukan Kak?”

KA: “Ingin dapat ilmu baru. Belajar time management secara maksimal. Belajar dari orang hebat yang sukses. Berpikir positif bersama penulis. Mencari kesibukan walaupun tugas seabre. Punya buku 15 solo dan 50 antologi. Punya buku dan merasa senang ketika buku dibaca orang lain. Senang mengajak teman baru ke komunitas ini. Insya Allah 3 buku lagi akan segera terbit.”

AR: “Kak Atin, gimana caranya biar tetap punya motivasi tinggi bahkan untuk terus belajar hal baru? Sampai bisa bikin cerita bergambar (cergam) dengan menggambar sendiri dan pake aplikasi?”

KA: “Niat. Gunakan waktu seefisien mungkin. Ini aplikasi yang sering aku pakai, Canva, Picsart, Pinterest, Background Eraser, Capcut. Melalui aplikasi ini saya dapat gratis pesawat PP ke Jakarta dari Kemendikbudrustek dan uang saku juga.”

AR: “Kak Atin, jelas banget penjelasannya. Proses menulisnya komplit dari awal sampai akhir dan ga berhenti belajar.”

KA: “Belajar di usia senja tetap bermakna. Insya Allah juga bersama kakak-kakak yang masih muda. Butuh perjuangan Kak. Simpan handphone selama 2 jam saja. Hindari membuka handphone dan gunakan waktu untuk menulis dan menulis. Selamat mencoba!”

AR: “Satu lagi dong Kak Atin pertanyaannya. Dengan prestasi sebanyak itu serta pengalaman menulis selama itu, apakah ada inspirasi khusus dalam menulis? Menurut saya dengan karya sebanyak itu, sumber referensi pasti tidak sedikit untuk menghasilkan karya baru, utuh dan bermakna.”

KA: “Baca buku. Ruang tamuku, aku jadikan pustaka pribadi karena 5 lemari besar ga muat buat buku yang aku baca bersama keluarga dan para tetangga juga teman-teman yang ingin meminjam.”

Bertambah lagi idola baruku di dunia kepenulisan. Bagaimana seorang penulis mempunyai banyak peran, tidak hanya penulis bagi para pembacanya. Seorang guru bagi para muridnya. Seorang isri dari suaminya, seorang ibu dari anak-anaknya, seorang pekerja ditempatnya mencari nafkah, bahkan seorang business owner dari usaha-usaha sampingan yang Ia jalani. Semoga Allah melapangkan rejekinya, memudahkan langkahnya dan semakin banyak kebermanfaatan yang Kak Atin berikan untuk lingkungan sekitarnya.

Kak Atin, inspirasiku. Kak Atin, motivatorku!

Rasa Ingin Tahu

Banyak orang menggunakan berbagai macam perasaan, emosi ataupun energi dalam tubuhnya untuk menjalani hidupnya. Terlepas perasaan positif ataupun negatif. Beberapa orang menggunakan energi negatif seperti iri/ envious/ jealousy sebagai motivasi hidup mereka.

“Aku harus menjadi seperti dia, aku harus bisa mengalahkan dia, aku harus lebih baik dari dia.”

Adalah banyak contoh dari motivasi yang menggunakan energi negatif. Aku yakin semesta pun akan mengabulkan hal tersebut asalkan orang tersebut bersungguh-sungguh dengan niat dan tujuan itu. Namun, makna hidup secara berkesadaran kurasa orang itu akan sulit merasakannya.

Aku memilih menggerakkan seluruh energi dan potensi yang ada di dalam diriku berdasarkan rasa ingin tahu. Rasa penasaran untuk hal-hal yang belum pernah aku lakukan dan belum pernah aku coba. Jika kuingat ternyata aku sudah memulai ini semenjak dini. Mengutamakan rasa ingin tahu tanpa mengukur kemampuan.

Sudah banyak kali aku melakukan sesuatu atas dasar Ingin Tahu. Ingin tahu akan hal baru yang sebelumnya tidak aku ketahui. Ingin tahu bagaimana rasanya memegang api yang ada di ujung lilin, rasa ujung api yang ada di obat nyamuk bakar, rasa sabun mandi batang yang super wangi itu, serta merasakan perasaan baru dari sensasi meloncat di ketinggian 8 meter menuju sungai.

Aku yang dulu, seru. Antara seru atau tidak mengenal takut. Tidak tahu apa itu bahaya. Tidak tahu resiko. Yang ada hanya perasaan ingin tahu. Tanpa tahu apa yang ingin diketahui.

Di usia sekarang, mengulangi rasa ingin tahu tanpa mengukur resiko dan konsekuensi adalah bukan aku. Aku yang sekarang memperhitungkan langkah dengan detail. Menuliskan segala rencana, menimbang segala pilihan dan resiko yang terjadi hingga kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Terlalu banyak pertimbangan ternyata tidak membuatku bebas bergerak.

Aku tidak bergerak kemana-mana.

Terlalu banyak pertimbangan membuatku melewatkan banyak kesempatan. Salah satunya melewatkan lompat di tebing sebuah pantai di ujung selatan Pulau Sulawesi. Padahal di laut dengan air bening tersebut nampak bintang laut berwarna-warni, bulu babi, dan ikan-ikan cantik yang menantiku di bawah.

Aku melewatkan milestone-ku untuk melakukan lompatan dalam hidup dengan berbagai keseruannya. Aku mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya. Jika aku lompat, aku akan selamat karena jatuh di air. Berkesempatan berenang langsung dengan ikan-ikan cantik beraneka warna dan ikan pari anakan. Tapi, jika tidak, aku harus kembali melewati tebing berbatu keras dan cukup menyakitkan di kakiku yang berjalan tanpa alas.

“Ah, gapapa sesekali aku perlu melewatkan keseruan dalam hidup karena nyaliku belum sebesar itu,” ucapku dalam hati untuk membenarkan tindakanku karena tidak melakukan loncatan itu.

Begitupun dalam kondisi kehidupan personal dan profesional. Terkadang, mempertimbangkan segala sesuatu hal dengan matang seringkali membatasi diri sendiri. Padahal, jika kita berhitung atas resiko ataupun konsekuensi dari pilihan yang kita ambil, terkadang hasil yang terjadi tidak sesuai dengan perhitungan kita.

Semoga rasa ingin tahu tetap akan menjadi bahan bakar dalam menjalani hidup dengan baik namun dengan tetap berada di koridor yang pas dan tidak berlebihan.